PANTAI BARAT, PERJANJIAN BONGAYA DAN MIGRASI ETNIK MAKASSAR, BUGIS DAN MANDAR
www.penerbitmagama.com
Tengok ke satu perairan di barat Pulau Sulawesi bernama Selat Makassar. Itulah sisi barat Pulau Sulawesi dengan bentangan jarak hampir mencapai ribuan kilometer.
Pantai barat Sulawesi, yang kini sebagian besar termasuk dalam wilayah provinsi Sulawesi Barat, merupakan salah satu kawasan yang menyimpan kekayaan alam dan sejarah yang kaya. Dengan garis pantai yang panjang dan karakter geografis yang strategis, wilayah ini memiliki potensi kelautan dan perikanan yang signifikan. Lebih dari itu, sejarah migrasi masyarakat Makassar, Bugis dan Mandar pasca Perjanjian Bongaya tahun 1667 memberi dampak besar terhadap perkembangan sosial, ekonomi, dan politik di kawasan ini. Artikel ini akan mengulas secara deskriptif dan analitis tentang kondisi geografis, potensi sumber daya, serta kaitannya dengan peristiwa sejarah penting yang mempengaruhi dinamika wilayah tersebut.
Pantai barat Sulawesi membentang dari utara ke selatan, menghadap langsung ke Selat Makassar yang merupakan jalur pelayaran utama di kawasan Nusantara. Karakteristik wilayah ini berupa pesisir yang didominasi oleh perbukitan dan pantai berpasir, seperti Pantai Palippis dan Pantai Dato di Majene. Kombinasi lanskap ini menciptakan ekosistem yang ideal untuk kegiatan laut dan perikanan, sekaligus mendukung kehidupan masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut.
Selain potensi kelautan, wilayah ini juga dikenal sebagai pusat produksi komoditas perkebunan seperti kakao, kopi, kelapa, dan cengkih di daerah pedalamannya. Sumber daya ini memberi kontribusi ekonomi yang penting bagi masyarakat setempat dan mendukung kegiatan perdagangan tradisional yang telah berlangsung sejak lama.
Migrasi Pasca Perjanjian Bongaya, apa dan mengapa?
Perjanjian Bongaya yang ditandatangani pada tahun 1667 antara Kesultanan Gowa dan VOC merupakan titik balik penting dalam sejarah Sulawesi. Perjanjian ini menyebabkan kekalahan Kesultanan Gowa, yang sebelumnya merupakan kekuatan maritim utama di kawasan tersebut. Dampak utama dari perjanjian ini adalah pengalihan monopoli perdagangan oleh VOC, yang memaksa pedagang pribumi non-VOC untuk mencari jalur dan pusat perdagangan baru yang lebih bebas dari kendali Belanda.
Kekalahan Gowa dan monopoli VOC tersebut memicu eksodus besar-besaran dari masyarakat Makassar, Bugis dan Mandar. Banyak bangsawan, pejuang, dan rakyat biasa yang enggan tunduk pada aturan kolonial memilih meninggalkan wilayah kekuasaan VOC di selatan dan mencari wilayah baru untuk melanjutkan kehidupan maritim dan perdagangan mereka. Pantai barat Sulawesi menjadi salah satu tujuan utama migrasi ini karena kekayaan sumber daya laut dan tradisi maritim yang kuat dari masyarakat Mandar.
Migrasi yang Bukan Hanya Perpindahan Fisik
Migrasi besar-besaran ini tidak hanya sekadar perpindahan fisik, tetapi juga membawa perubahan sosial dan politik yang signifikan. Masyarakat Makassar,Bugis dan Mandar yang bermigrasi ke wilayah pesisir barat mendirikan komunitas baru, membangun pemukiman, dan memperkuat jaringan perdagangan di luar kendali VOC. Kaum bangsawan dari wilayah asal mereka juga turut serta dalam proses ini, mendirikan kerajaan-kerajaan kecil dan memperkuat kekuasaan lokal yang semakin independen dari pengaruh kolonial.
Fenomena ini mengubah peta kekuasaan dan memperkuat identitas maritim masyarakat pesisir Sulawesi Barat. Selain itu, diaspora ini mempererat hubungan antarwilayah di Nusantara, termasuk ke Kalimantan, Sumatera, dan Bali, melalui jalur perdagangan dan budaya yang terus berkembang.
Sebagai wilayah yang menjadi pusat migrasi dan komunitas baru, pantai barat Sulawesi berkembang pesat dengan berbagai aktivitas ekonomi berbasis laut dan perkebunan. Masyarakat setempat mengandalkan hasil laut seperti ikan, hasil laut lainnya, dan hasil perkebunan sebagai sumber penghidupan utama. Kehadiran komunitas migran juga membawa unsur budaya baru, memperkaya keragaman budaya dan tradisi masyarakat di kawasan tersebut.
Selain itu, keberadaan jaringan maritim yang kuat dari masyarakat Mandar dan komunitas migran lainnya memperkuat posisi strategis wilayah ini dalam peta ekonomi maritim Nusantara. Mereka tidak hanya berperan sebagai pelaut dan pedagang, tetapi juga sebagai penjaga tradisi maritim dan keahlian navigasi yang diwariskan secara turun-temurun.
Pantai barat Sulawesi telah menjadi saksi bisu dari dinamika sejarah migrasi dan perubahan sosial yang besar. Pengaruh Perjanjian Bongaya dan kekalahan Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo) telah memicu migrasi masyarakat Makassar,Bugis dan Mandar ke wilayah ini, yang kemudian memperkuat jaringan maritim dan memperkaya budaya serta kekuasaan lokal. Dengan kekayaan geografis dan sejarah yang dimiliki, pantai barat Sulawesi tetap menjadi bagian penting dalam perkembangan ekonomi dan kebudayaan di kawasan Nusantara.
Litbang Penerbit Magama diolah dari berbagai sumber


Posting Komentar
0 Komentar