RUMPA'NA BONE: KISAH TRAGIS PERSEKUTUAN BONE-BELANDA YANG BERAKHIR SEBAGAI TAKLUKAN

Rumpa'na Bone—runtuhnya Kerajaan Bone, sebuah peristiwa yang menjadi momen kelam tetapi sekaligus juga sekaligus simbol keberanian rakyat dan raja Bone dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda yang penuh ambisi untuk menguasai seluruh Nusantara. Peristiwa ini juga diduga sebagai titik penting terjadinya diaspora etnik Bugis di berbagai wilayah Nusantara hingga mancanegara.

Persekutuan yang Retak dan Ambisi Penjajahan

Sejarah mencatat hubungan antara Kerajaan Bone dan Belanda bermula dari masa lalu yang penuh dinamika. Pada abad ke-17, di bawah kepemimpinan Arung Palakka, Bone menjalin persekutuan strategis dengan VOC guna mengalahkan Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo). Seiring Perjanjian Bongaya tahun 1669 menjadi tonggak penting, menandai keberhasilan Bone sebagai kekuatan dominan di Sulawesi Selatan. Akan tetapi, kemenangan ini sekaligus membuka jalan bagi Belanda yang menunjukkan watak asli Belanda untuk menancapkan penjajahannya secara politik dan ekonomi di wilayah tersebut.

Namun, hubungan yang awalnya tampak saling menguntungkan ini mulai retak seiring waktu. Ambisi Belanda untuk mengontrol penuh jalur perdagangan dan kekuasaan di Sulawesi mengarah pada ketegangan yang semakin memuncak. Di pihak lain, para raja Bone, yang menjunjung tinggi martabat dan nilai "siri'", tetap teguh mempertahankan kedaulatan dan keadilan. Mereka menolak setiap bentuk intervensi yang merendahkan harga diri kerajaan mereka.

Titik Balik: Perang yang Menjadi Simbol Perlawanan

Pada awal abad ke-20, ketegangan tersebut mencapai puncaknya di bawah pemerintahan Raja Bone ke-31, La Pawawoi Karaeng Sigeri. Belanda, dalam usahanya mengendalikan wilayah tersebut, mengeluarkan ultimatum yang secara mendadak merendahkan martabat Kerajaan Bone. Mereka menuntut penyerahan pengelolaan pelabuhan Pallime dan hak kontrol langsung atas perdagangan dengan bangsa asing—tindakan yang dianggap sebagai penghinaan terhadap harga diri dan kedaulatan Bone.

Tolak ukur keberanian dan harga diri rakyat Bone muncul saat Raja La Pawawoi menolak ultimatum yang tidak adil dan menghina tersebut. Penolakan ini memicu kemarahan Belanda yang kemudian melancarkan serangan militer besar-besaran pada tahun 1905. Perang ini, dikenal sebagai "Rumpa'na Bone," bukan sekadar konflik militer semata, melainkan perjuangan rakyat dan bangsawan Bone yang gigih mempertahankan tanah air mereka dari cengkeraman penjajahan.

Dalam pertempuran sengit ini, rakyat Bone menunjukkan semangat juang yang luar biasa. Mereka berjuang mati-matian, mempertaruhkan segalanya demi menjaga harga diri dan kedaulatan kerajaan mereka. Namun, kekuatan militer Belanda yang lebih unggul dan terorganisasi dengan baik akhirnya membuat Bone jatuh ke tangan penjajah. Raja La Pawawoi ditangkap dan kerajaan Bone resmi diturunkan statusnya dari kerajaan berdaulat menjadi wilayah administrasi di bawah kekuasaan kolonial Belanda.


Kisah yang Menginspirasi dan Menggetarkan Hati

Peristiwa Rumpa'na Bone ini tidak hanya menjadi catatan sejarah kelam, tetapi juga sebuah pelajaran berharga tentang keberanian, martabat, dan semangat perlawanan rakyat terhadap penindasan, sekaligus menunjukkan watak asli penjajah yang tidak pernah benar-benar menjaga komitmen perjanjian. Dalam karya Andi Makmur Makka, kisah ini dihidupkan kembali secara mendalam, menyajikan narasi yang menyentuh hati dan membangkitkan rasa nasionalisme.

Melalui kisah ini, kita diajarkan bahwa perjuangan untuk mempertahankan harga diri dan kedaulatan bangsa tidak pernah mudah. Perlawanan rakyat Bone menjadi bukti bahwa keberanian dan tekad yang kuat mampu mengusir penjajah sekalipun mereka memiliki kekuatan lebih besar. Rumpa'na Bone mengingatkan kita bahwa sejarah adalah pelajaran berharga yang harus terus dikenang dan dijadikan inspirasi dalam memperjuangkan hak dan martabat bangsa.

Sebagai generasi penerus bangsa, kita memiliki tanggung jawab untuk menghormati dan mengenang perjuangan para pahlawan yang telah berkorban demi bangsa ini. Rumpa'na Bone adalah simbol keberanian rakyat Sulawesi Selatan dalam melawan penjajahan yang merampas hak dan kedaulatan mereka. Kisah ini mengajarkan kita pentingnya menjaga harga diri, keberanian, dan semangat nasionalisme dalam menghadapi tantangan zaman.

Kisah Rumpa'na Bone adalah inspirasi untuk terus memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan. Sejarah tidak hanya sekadar cerita masa lalu, tetapi juga cermin untuk membangun masa depan bangsa yang lebih baik, berdaulat, dan bermartabat.

Rumpa'na Bone adalah kisah heroik yang layak dikenang dan dipelajari. Ia mengingatkan kita bahwa perjuangan untuk meraih kemerdekaan dan menjaga kedaulatan tidak pernah mudah, namun selalu layak diperjuangkan dengan keberanian dan tekad yang tulus. Semoga semangat perlawanan rakyat Bone ini terus hidup dalam sanubari kita, sebagai bukti bahwa keberanian dan harga diri adalah modal utama dalam menjaga kehormatan bangsa.

Litbang Penerbit Magama, diolah dari berbagai sumber. 
Foto: P2K Stekom

Posting Komentar

0 Komentar