Kerajaan Tolitoli: Dari Asal-Usul Kayangan Hingga Tradisi yang Tetap Hidup

Kerajaan Tolitoli, sebuah pusat kebudayaan dan sejarah yang tak lekang oleh waktu. Keunikan Tolitoli bukan hanya terletak pada hasil bumi yang melimpah, tetapi juga pada kisah asal-usulnya yang magis dan tradisi adat yang tetap lestari hingga kini.

www.penerbitmagama.com

Cerita tentang Tolitoli dimulai dari sebuah legenda yang mendalam dan penuh makna. Konon, nama "Tolitoli" berasal dari kata "Totolu," yang berarti tiga. Tiga leluhur dari kayangan, makhluk suci yang dianggap sebagai nenek moyang, menjelma menjadi tiga bentuk alam: bambu emas yang disebut Tamadika Baolan, pucuk pohon langsat bernama Tamadika Dei Galang, dan sejenis rotan yang disebut Boki Bulan. Mereka dipercaya sebagai cikal bakal awal keberadaan kerajaan ini dan menjadi simbol kekuatan serta keberkahan yang menyertai tanah dan rakyatnya. Legenda ini bukan sekadar cerita, melainkan bagian dari identitas yang mengikat masyarakat dan memperkuat rasa bangga akan warisan leluhur.

"Evolusi" Nama yang Mengikat Sejarah

Seiring berjalannya waktu, nama kerajaan ini mengalami perjalanan panjang. Pada tahun 1858, nama Totolu diubah menjadi Tontoli berdasarkan kesepakatan dan kontrak resmi dengan penjajah Belanda. Kemudian, pada tahun 1918, nama tersebut kembali disesuaikan menjadi Tolitoli, yang hingga kini tetap melekat sebagai nama kabupaten dan pusatnya. Perubahan ini mencerminkan dinamika sejarah dan penjajahan yang pernah melanda, sekaligus menegaskan identitas yang tetap kokoh dan penuh makna.

Sistem Pemerintahan dan Keberlanjutan Tradisi

Kerajaan Tolitoli bercorak Islam dan telah berkuasa cukup lama, bahkan sistem pemerintahan tradisional ini tetap dihormati dan dijalankan di masa modern. Setelah Indonesia merdeka, keberlangsungan sistem ini tetap terjaga, menjadi bagian dari identitas budaya dan kekuatan sosial masyarakat. Rumah Adat Bale Dako, sebagai istana besar dan pusat kegiatan adat, menjadi saksi bisu sejarah kejayaan kerajaan ini. Di sana, tradisi dan adat istiadat terus dilestarikan, memperkuat jalinan budaya yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Pulau Lutungan dan Upacara Matanggauk

Tak jauh dari pusat kota, terdapat Pulau Lutungan, yang dikenal sebagai tempat pemakaman raja-raja Tolitoli. Pulau ini menyimpan nilai sejarah dan budaya yang tinggi, menegaskan betapa pentingnya penghormatan terhadap leluhur dan simbol kekuasaan. Salah satu tradisi yang tetap hidup di tengah zaman modern adalah upacara pelantikan raja, yang dikenal sebagai "Matanggauk." Ritual ini adalah momen sakral yang menyatukan masyarakat dan mengukuhkan penerus kekuasaan dengan penuh khidmat, menjaga warisan budaya yang menjadi identitas kerajaan.

Makanan dan Busana Adat yang Memikat

Tak lengkap rasanya membicarakan Tolitoli tanpa menyebut keunikan kuliner dan pakaian adatnya. Sinosok, makanan tradisional yang disajikan dalam bambu panas, menawarkan sensasi rasa yang khas dan pengalaman makan yang berbeda. Aromanya yang menggoda dan tampilan unik menambah keistimewaan makanan ini di hati masyarakat. Sementara itu, pakaian adat Tolitoli dibuat dari bahan kulit kayu ivo dan nunu, dihiasi manik-manik dan perhiasan emas yang berkilauan. Busana ini tidak hanya indah dipandang tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya dan keanggunan tradisional.

Menutup ulasan ini, kita disuguhkan gambaran tentang sebuah kerajaan yang  penuh dengan tradisi dan nilai-nilai luhur yang terus dipertahankan. Kerajaan Tolitoli adalah contoh nyata bagaimana sejarah, budaya, dan kepercayaan dapat bersatu dalam harmoni, menjadikannya sebuah warisan yang hidup dan tetap relevan hingga hari ini. Sebuah tempat yang memancarkan keunikan dan keindahan, dari cerita kayangan hingga keberlangsungan tradisi adat yang kuat, menjadikan Tolitoli sebuah kota yang layak untuk terus dikenang dan dilestarikan.

Litbang Penerbit Magama, diolah dari berbagai sumber.

Foto: Info aktual.id

Posting Komentar

0 Komentar