KERAJAAN PALU DAN JEJAK BUDAYA DI LEMBAH PALU


www.penerbitmagama.com

Sejarah panjang yang sarat makna dan penuh warna mewarnai perjalanan Kerajaan Palu, sebuah kerajaan lokal yang berlokasi di Lembah Palu, Sulawesi Tengah. Kerajaan ini bukan hanya sekadar pusat kekuasaan, tetapi juga lambang kebudayaan, adat istiadat, dan identitas masyarakat setempat yang terus dikenang hingga saat ini.

Awal Mula dan Asal-Usul

Sebelum bertransformasi menjadi sebuah kerajaan yang mandiri, wilayah Palu merupakan bagian dari pengaruh Kerajaan Gowa, sebuah kerajaan besar di Sulawesi Selatan yang memiliki pengaruh luas di kawasan sekitarnya. Pengaruh ini terlihat dari berbagai aspek budaya dan struktur pemerintahan yang mulai terbentuk di wilayah Palu.

Puncaknya, sekitar akhir abad ke-18, lahirlah sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh Pue Nggari, yang dikenal juga sebagai Siralangi. Ia adalah raja pertama dari Kerajaan Palu yang secara resmi memulai era baru bagi tanah ini. Pada tahun 1796, Pue Nggari memantapkan fondasi pemerintahan dengan membangun struktur adat yang kokoh, seperti Dewan Adat Patanggota yang menjadi pusat pengambilan keputusan masyarakat dan raja. Struktur ini menegaskan bahwa pemerintahan di Palu mengandung unsur adat yang kuat dan berakar dalam tradisi lokal.

Seiring berjalannya waktu, Kerajaan Palu berkembang pesat dan mengalami masa keemasan. Dua pusat pemerintahan utama yang dikenal sebagai ibu kota kerajaan adalah Pandapa dan Panggovia. Pandapa menjadi pusat pemerintahan dari tahun 1796 hingga 1888, sementara Panggovia muncul sebagai pusat kekuasaan berikutnya dari tahun 1888 hingga sekitar 1960. Kehadiran dua ibu kota ini menunjukkan dinamika politik dan sosial yang terus berkembang serta kemampuan kerajaan untuk beradaptasi dengan perubahan zaman.

Pada masa kejayaannya, Kerajaan Palu diperintah oleh sejumlah raja terkenal yang meninggalkan jejak penting dalam sejarah lokal. Di antaranya, Jodjokodi yang memerintah dari tahun 1888 hingga 1906 dan Parampasi yang memimpin dari 1906 hingga 1921. Pengaruh dan kebijakan mereka memperkuat struktur pemerintahan dan memperkaya budaya kerajaan. Selain itu, raja-raja seperti I Dato Labungulili, Malasigi Bulupalo, Yotolembah, dan Djanggola juga turut mewarnai perjalanan kerajaan ini hingga masa-masa terakhirnya.

Akhir Masa Kerajaan dan Warisan Budaya

Setelah Indonesia meraih kemerdekaan, wilayah Kerajaan Palu secara perlahan-lahan bergabung ke dalam negara republik ini. Masa pemerintahan raja-raja secara resmi berakhir sekitar tahun 1960, menandai berakhirnya era kerajaan sebagai kekuasaan formal dan pengaruhnya yang bersifat kerajaan.

Namun, jejak kejayaan kerajaan tetap hidup melalui keberadaan bangunan bersejarah yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang ini. Istana utama Kerajaan Palu, yang dikenal dengan nama Souraja atau Banua Oge, menjadi pusat dari segala aktivitas pemerintahan dan budaya masa lalu. Dibangun sekitar tahun 1892, istana ini adalah sebuah bangunan kayu berbentuk rumah panggung khas daerah ini. Meski usianya sudah lebih dari satu abad, bangunan ini tetap kokoh dan tetap berdiri megah di Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat.

Souraja bukan hanya sekadar bangunan fisik. Ia adalah cagar budaya yang menyimpan barang-barang peninggalan raja dan menjadi pusat kegiatan budaya masyarakat Palu hingga saat ini. Keberadaannya mengingatkan kita akan kejayaan masa lalu, sekaligus menjadi warisan yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang.

Raja-Raja Terkenal dan Peran Mereka

Selain Pue Nggari, sejumlah raja lain turut menorehkan sejarah penting di kerajaan ini. Jodjokodi, yang memerintah dari 1888 hingga 1906, dikenal sebagai raja yang mampu menjaga stabilitas kerajaan di tengah pengaruh luar yang semakin kuat. Parampasi, yang memerintah dari 1906 hingga 1921, dikenal karena kebijaksanaannya dalam mengelola pemerintahan dan memperkuat struktur adat yang sudah ada.

Setelah masa-masa tersebut, posisi raja diisi oleh tokoh-tokoh seperti Idjazah dan Djanggola, yang memimpin hingga masa akhir kerajaan. Tjatjo Idjazah, yang memerintah dari 1949 hingga 1960, menjadi penutup dari era pemerintahan kerajaan Palu sebelum wilayah ini bergabung secara resmi ke dalam Republik Indonesia.

Kini, jejak kejayaan Kerajaan Palu tetap hidup dalam bentuk bangunan bersejarah Souraja dan tradisi adat yang terus dilestarikan. Warisan ini menjadi bukti nyata akan keberanian dan kebesaran masa lalu yang patut dihormati dan dijaga.

Kerajaan Palu adalah salah satu bukti nyata kekayaan sejarah dan budaya di Sulawesi Tengah. Dari masa awal yang berakar pada pengaruh Gowa hingga masa kejayaan yang dipimpin oleh raja-raja terkenal, kerajaan ini meninggalkan jejak yang mendalam di hati masyarakat Palu. Dengan keberadaan Souraja sebagai pusat budaya dan cagar sejarah, kita diingatkan akan pentingnya melestarikan warisan nenek moyang sebagai bagian dari identitas bangsa Indonesia yang beragam dan kaya akan sejarah. Warisan ini bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga fondasi untuk masa depan yang berbudaya dan beradat.

Litbang Penerbit Magama, diolah dari berbagai sumber.

Foto: Lensa Perjalanan 

Posting Komentar

0 Komentar